Karena Cinta

Aku terbangun mendengar suara gaduh dikamarku, kulihat Rini dan Viona berebutan botol baygon yang sepertinya sudah kadalwarsa. Mataku yang sepertinya masih enggan untuk difungsikan terpaksa melihat kejadian itu seperti melihat anak kecil yang sedang berebutan permen. Aku bingung melihat tingkah mereka, kulihat Viona menangis dan sepertinya sangat menginginkan botol baygon itu, sedang Rini sendiri begitu gigih mempertahankannya. Aku menarik nafas panjang, tidak peduli dengan apa yang terjadi sama mereka, apalagi aku baru mengenal mereka, terutama Viona, walaupun aku seruangan dengannya tapi aku belum mengenalnnya lebih jauh. Aku hanya tahu dia sewaktu dikerjain abis-abisan sama senior gara-gara membawa alat make-up ke Kampus saat orientasi kampus.Belakangan kutahu kalau ternyata semua itu terjadi karena cinta. Yah itulah yang Viona bilang saat aku mulai akrab dengannya. Aku juga tidak tahu berawal dari mana persahabatan kami. Mungkin karena kami memang tinggal bareng disalah satu rumah kontrakan di Jl. Raya pendidikan hingga memungkinkan semua itu terjadi. Aku salut sekaligus heran dengan dirinya, gadis lugu, polos dan manja itu ternyata begitu bodoh dan gampang terpengaruh, itulah fikiranku saat itu. Tapi sekali lagi Viona bilang itu karena cinta. Cinta yang membuatnya rela melakukan apa pun untuk kekasihnya termasuk minum baygon beberapa waktu lalu.Aku semakin heran dan saat itu sepertinya menganggap Viona seperti orang strees, tapi karena kekuatan cinta yang ia miliki dalam dirinya membuatku terpaksa mengakuinya bahwa ia adalah wanita yang tegar. Meski aku terus berfikir kalau hal yang dia lakukan itu salah. Namun aku selalu mencoba menghilangkan fikiran itu tapi cinta yang diagung-agungkan Viona itu sepertinya telah melewati kesadaran manusia untuk berfikir jernih. Cinta itu adalah bagaimana kita menyikapi perasaan yang kita miliki terhadapnya, bukan malah menginginkan hal yang tidak-tidak terhadap orang yang kita sayangi. Menginginkan dia melakukan apa yang kita inginkan mesti itu membahayakan dirinya.Apa yang dirasakan Viona adalah perasaan yang tidak bisa aku terka, haruskah aku jatuh cinta seperti cinta yang dirasakannya sekarang baru aku tahu arti cinta yang dianutnya. Tapi ternyata tidak karena aku hanya menganggap cinta sebagai sebuah permainan, permainan yang pada awalnya akan terasa seru tapi pada akhirnya hanya akan menimbulkan kebosanan.Cinta itu menimbulkan kepedihan, meski sebenarnya cinta mampu menyembuhkan kepedihan tapi sebenarnya cinta itu sendiri adalah kepedihan. Viona menatapku aneh saat aku mengatakan hal itu padanya. Aku tahu apa yang dia fikirkan, tapi pasti dia enggan mengatakannya padaku, dia terlalu menjaga perasaanku, maka kujelaskan padannya bahwa aku tidak perlu jatuh cinta seperti dirinya untuk bisa memahami perasaannya. Aku hanya mencoba meyakinkannya bahwa sebenarnnya cinta itu tidak abadi. Aku hanya ingin dia menghargai hidupnya, hanya itu!!!Kulihat Viona, sepertinya air mata beningnya udah siap membasahi pipinya yang mungil. Fikiranku kembali berfungsi, inilah wanita tahunya hanya menangis, menangis dan menangis, meski sebenarnya aku begitu iba melihatnya.“Kamu g’ akan pernah bisa ngerti Mey, karena perasaan kita beda. Sampai kapan pun kamu g’ akan pernah bisa ngerti itu! Kamu tahu Mey, dia adalah laki-laki yang paling aku sayang sampai kapan pun. Aku juga tidak tahu mengapa aku begitu menyayanginya, tapi itulah perasaanku Mey, aku tak akan pernah bisa membohongi hatiku.”Aku tersenyum mendengar penuturan Viona, dalam hati aku membenarkannya. Mungkin memeng aku tak bisa mengerti karena aku memang belum pernah jatuh cinta sepertinya. Jatuh cinta yang memang sengaja aku hindari untuk tidak merasakannya karena aku takut, takut menghadapinya. Sebenarnya bukan aku hanya belum siap merasakannya.  Itulah aku, terlalu sulit menghadapi kenyataan tentang cinta yang kebanyakan orang senangi, tapi aku tak memungkiri kalau sebenarnya tiap saat cinta itu datang menghampiri jiwaku tapi aku belum sepenuhnya menerima kehadirannya.“Mey!!! Viona kembali memanggilku. Kamu belum tahu kan kalau sebenarnya aku yang salah, salah karena telah menduakannya, salah karena telah menghianati cintanya yang begitu tulus, salah karena…”Viona menggantung ucapannya, sepertinya ia sudah kehabisan kata-kata untuk menguraikan perasaannya. Aku menghela nafas, kembali kupandanginya dan aku tahu dia sedang menangis meski ia menutupi wajahnya. Aku tersenyum melihat Viona yang menurutku bersifat kekanak-kanakan. Aku tidak tahu kata-kata apalagi yang bisa aku ucapkan untuk menghibur hatinya. Kubiarkan ia menangis selama ia mau, nantinya juga akan berhenti dengan sendirinya.“Na…sahutku kemudian, Kamu tahu kenapa aku tidak mau jatuh cinta seperti dirimu? itu karena aku tidak mau hidup diatas kungkungan aturan yang berujung, aku tidak mau hidup sia-sia dengan mengharap cinta yang belum pasti milik kita. Na,,,kamu harus tahu cinta itu hanyalah sebuah ilusi, janganlah kamu mau diperbudak olehnya. Berfikirlahlah dari sekarang Na, masa depan kamu belum tentu bersama kekasihmu itu, janganlah engkau memberikan cintamu 100% untuknya, nantinya juga kamu bakalan sakit sendiri jika tidak bersamanya. Bukannya aku menginginkan kamu pisah dengannya…tidak!!! aku malah senang bila nanti kamu bisa bersamanya, tapi aku hanya ingin kamu tidak terlalu berharap lebih, siapa yang bisa mengukur hati seseorang.”Viona terdiam, aku tidak tahu arti diamnya itu apa, tapi kubiarkan dia bergelayut dalam fikirannya. Aku tidak berharap Viona termakan oleh perkataanku, aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu, aku hanya menginginkan agar Viona terbuka sedikit fikirannya. Yah aku tahu, kalau aku juga tidak boleh memfonis cinta Viona aneh, karena sesuai yang dikatakannya bahwa aku tak bisa merasakannya. Bukan tidak bisa merasakannya, tapi belum merasakannya, begitulah lebih tepatnya.“Sepi bukan berarti hilang, diam bukan berarti marah, jauh bukan berarti putus karena antara kita ada satu ikatan yang tak mudah dilupakan yaitu CINTA. Itulah kata-kata yang diucapkan Doni saat dia pertama kali pergi karena tugas Negara Mey, aku tahu dia begitu mencintaiku, makanya aku merasa sangat bersalah telah menyia-nyiakan cintanya. Mey…lanjut Viona kemudian, sebenarnya aku ingin sepertimu, hidup bebas tanpa aturan, pacaran dengan santai, enjoy menjalani hidup tapi…sayangnya aku hanya menginginkannya tapi tidak bisa menjalaninya. Karena aku sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini, hidupku terasa hambar jika tak ada aturan darinya. Aku juga sadar koq Mey, kalau sebenarnya aku belum memiliki dirinya sepenuhnya, begitu pun dia dan seperti yang kamu bilang cintanya belum pasti untuk aku miliki, tapi apa salahnya berharap. Aku memang terlalu bodoh ya Mey! Tapi itu kan karena cinta!!!Aku tersenyum mendengar kata-kata Viona, kata-kata cinta itu selalu saja dia jadikan alasan untuk menang. Tapi tak apalah kalau memang itu bisa membuatnya tersenyum, maka tak akan kugubris lagi cinta anehnya. Akan kubiarkan dia tetap bersendawa dengan pemikirannya dan berharap agar nantinya ia tak marasakan adanya kekecewaan dalam hidupnya.

Tertanggalnya Gigi Susu

Bapak penguasa lembaga pendidikan, berdiri didepan murid-murid dengan senyum mengembang. Bibir yang hitam akibat tembakau menambah putih giginya.
“Gigi bapak penguasa kalian patut dicontoh,..adik-adik” kata dokter gigi. Bapak penguasa yang berdiri disebelah dokter gigi, memamerkan giginya. Gigi yang putih tapi tidak berderet rapi.
“Waktu kecil, bapak tidak suka makan permen, apalagi cokelat,” kata bapak penguasa bangga. Mendengar itu, Roni Tongos mengacungkan tangannya. “Ada yang ditanyakan Roni?” Tanya bapak penguasa
“Bapakkan masa kecilnya jadul banget, memang ada yang jual permen?”. Tiba-tiba ruangan ramai oleh tawa murid-murid. Melihat murid-muridnya teryawa, bapak penguasa tidak menjawab pertanyaan Roni, bahkan melanjutkan bicaranya.
“Anak-anak mau tahu rahasianya, biar gigi kalian bagus seperti gigi saya?” Tanya bapak penguasa. Rahasia umum yang basi. Rahasia yang terdengar sama tiap tahunnya.
“Sikat gigi dua kali sehari, tiap pagi dan malam sebelum tidur. Jangan lupa kedokter gigi enam bulan sekali,” ujar murid-murid kompak. Bapak penguasa tersenyum puas mendengar murid-muridnya hafal rahasianya.
“Anak-anak mau contoh gigi yang tidak pernah dirawat sejak kecil?” tanya bapak penguasa.
“Mauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu……………………”jawab murid-murid.
Mendengar kata-kata contoh dari bibir hitamnya bapak penguasa, Roni Tongos dan Danang Bogang tertunduk, bersembunyi dibelakang tubuh kekar Pak Eko pengajar olah tubuh.
“Roni……Danang……..maju kedepan.!” pinta bapak penguasa. Terlihat Pak Eko menganggukkan kepalanya ketika bapak penguasa meminta tolong . Tanpa menunggu lama, kedua tangan Pak Eko langsung merangkul pundak Roni dan Danang. Langkah kaki mereka diiringi tepuk tangan dan senyuman teman-temannya.
“Kalian dipanggil kedepan bukan untuk diejek. Kalian dijadikan contoh biar gigi teman-teman kalian dirawat sejak kecil. Jangan sampai gigi mereka tidak dirawat seperti gigi kalian,” ucap bapak penguasa.
“Pak, gigi saya tongos bukan karena tidak pernah dirawat,” bantah Roni.Bapak penguasa kaget mendengar bantahan Roni. Tidak biasanya Roni berani membantah.
“Lalu kenapa Ron?” Tanya bapak penguasa
“Waktu umur empat tahun gigi susu saya lepas tapi tetapnya belum tumbuh.Baru umur enam tahun gigi tetapnya tumbuh,” ujar Roni. Dokter gigi terlihat tertarik untuk memeriksa gigi Roni.
“Kok bisa lepas dik?” tanya dokter gigi.
“Ya, waktumain bola sama Danang, kita jatuh.Gigi kita lepas,” ujar Roni meyakinkan. Rasa penasaran masih menyelimuti pikiran dokter gigi tersebut.
“Kenapa mau dipanggil Roni Tongos?”
“Biar terkenal kayak Ronaldinho, tongos tapi jago main bola,” ucap Roni. Seketika ruangan kembali riuh oleh tawa dan ejekan teman-temannya. Bapak penguasa coba mengendalikan suasana.
“Sudah……sudah…..Kalau kamu Nang? Kok bisa bogang seperti itu?” tanya bapak penguasa.
“Sama seperti Roni Pak, tapi gigi tetap saya tidak bisa tumbuh sama sekali. Kalau mau tumbuh, harus dioperasi,”ujar Danang.
Mendengar penjelasan kedua muridnya, wajah bapak penguasa menampakkan keheranan. Bapak penguasa tidak menduga, tahun ini tidak seperti tahun sebelumnya. Satu kali setahun dokter gigi, satu kali pula Roni dan Danang dijadikan contoh murid yang malas merawat giginya. Mereka hanya terdiam ketika disuruh kedepan dan dijadikan contoh. Contoh untuk bahan tertawaan teman-temannya.
“Perlu dioperasi Nang?” tanya bapak penguasa.
“Bapak nggak pernah kedokter gigi?” tanya Danang.
“Waktu kecil sih…belum pernah. Tapi gigi saya lebih bagus daripada gigimu,”balas bapak penguasa. Roni yang berdiri disebelah Danang terlihat membisikkan sesuatu. Danang menahan tawa mendengar bisikan Roni. Benar kata Roni, bapak penguasa itu masa kecilnya jadul banget, mana ada dokter gigi, yang ada dukun gigi.
Merasa jadi bahan tertawaan kedua muridnya, bapak penguasa mengarahkan pandangannyake dokter gigi. Penjelasan dari Roni dan Danang tadi menimbulkan rasa ingin tahu, benar apa tidak yang dikatakan mereka.
“Benar kata mereka dok?” tanya bapak penguasa.
“Benar pak,” kata dokter gigi. Pada usia enam sampai dua belas tahun gigi susu akan digantikan gigi tetap. Bila gigi susu lepas sebelum waktunya sedangkan posisi benar gigi tetapnya masih jauh, itu tidak dapat menyebabkan gigi sebelumnya bergeser dan mengisi ruang kosong tersebut. Ada dua kemungkinan bila gigi tetap sudah waktunya tumbuh:
1.      Dapat tumbuh tapi tidak pada tempatnya (lebih kedepan atau lebih kebelakang   dari yang sehrusnya) dan akan tampak seperti gigi bertumpuk.
2.      Tidak dapat tumbuh sama sekali. Dan untuk mengeluarkannya, diperlukan operasi kecil.
Penjelasan dokter gigi tersebut membuat bapak penguasa malu. Dia merasa pengetahuan tentang gigi susu kurang dibanding Roni dan Danang.
“Terima kasih dok atas penjelasannya…..anak-anak antri ya…….biar lancar memeriksanya,” pinta bapak penguasa mengakhiri bicaranya.

Telepon rumah Roni berdering. Terdengar suara bunda Ani.
“Ron bagaimana periksa giginya? Kamu jadi bahan tertawaan lagi?” tanya bunda Ani.
“Iya sih bunda……..tapi Roni jadi lebih percaya diri. Tiap orang tanya kenapa giginya tongos, Roni punya jawabannya. Nggak sia-sia Roni ke warnet,” ujar Roni bangga.
“Bagus Roni…….itu baru anak bunda. Gigi tongos bukan karena tidak pernah dirawat, tapi karena keturunan,” kata bunda Ani.
Sore itu Roni dan Danang bersiap-siap menuju lapangan untuk main bola. Sepak bola yang menyebabkan gigi susu Danang lepas, bukan gigi susu Roni.

Liburan kePantai

Liburan semester pertama telah memasuki hari pertama. Anak-anak kelas 1, 2, 3 B dan anak-anak kelas 1, 2, 3 D diajak oleh wali kelas masing-masing untuk berlibur bersama ke pantai. Beberapa anak senang dengan ide tersebut, tetapi ada juga yang tidak setuju dan malas ikut. Anak-anak yang tidak setuju itu memang benar, soalnya liburan semester pertama ini juga memasuki bulan Desember, jadi hampir setiap hari akan turun salju. Hal itu pun akan membuat air di laut menjadi sedingin es. Sayangnya, anak-anak yang setuju tidak percaya dengan alasan itu. Setelah mengambil suara, di putuskan bahwa anak-anak akan tetap pergi berlibur ke pantai. Pagi hari itu, 6 bis sekolah sudah berparki di depan gerbang sekolah. Anak-anak kelas B dan D tanpa membuang-buang waktu langsung menyerbu ke dalam bis. Beberapa anak yang tidak kebagian tempat di dalam bis, terpaksa duduk di atas atap bis. “Apa semua anak sudah naik?!” tanya Mr.Shareda setengah berteriak kepada anak-anak kelas 1B. “SUDAH!” jawab anak-anak kelas 1B kompak, Mr.Shareda mengangguk-angguk mengerti, maka ia pun langsung ikut masuk ke dalam bis dan segera duduk di sebelah sopir bis. “Bisa jalan sekarang?” Tanya sopir bis ramah. “Ya, ya, silahkan jalan sekarang.” Bis kelas 3B melau terlebih dahulu diikuti 3D, 2B, 2D, 1B, dan yang terakhir jelas 1D. Selama perjalanan, di dalam bis anak-anak kelas 1B, beberapa anak sibuk ngobrol sampai membuat kepala Mr.Shareda nyut-nyutan karena tidak tahan dengan suara gaduh murid-muridnya. Bahkan ada juga beberapa anak yang justru sibuk membaca dengan seriusnya. “Asyik! Akhirnya, kita liburan ke pantai!” sorak Mikan senang. “Ya jelas senenglah, soalnya juga ada anak kelas 1D,” sela Asani yang duduk tepat di belakang Mikan. “Kok bisa?” tanya Anake penasaran sambil menoleh ke belakang dimana Mikan duduk tepat di belakangnya. “Kalo boleh tau, kenapa sih, kamu seneng banget kalo ada anak kelas 1D?” “Huuu… mau tau aja!” jawab Mikan dengan nada centil. “Cappeeee deh…,” gumam Ine yang duduk di sebelah kiri Anake. “Kalo mau tau, itu karena di kelas 1D, ada Khansamu atau julukan lainnya Yasamikan,” sahut Asani dari belakang Mikan. Iko, Itsuki, Ichiko, dan Erashui yang duduk di barisan belakang beredhem penuh arti. “Apaan sih?” sergah Mikan dengan nada sebal. “Enggak apa-apa kok!” jawab mereka berlima serempak, membuat hati Mikan tambah panas. Mr.Shareda yang berusaha tidur hanya malah nambah nyut-nyutan kepalanya karena pusing mendengar suara gaduh dari arah belakang tempat murid-murid kelasnya duduk. Hah… mau santai malah menderita! Nasih… nasib…. kenapa selalu kebagian jadi wali kelas yang muridnya aneh-aneh…. Pikirnya lemas sambil geleng-geleng kepala. Setelah perjalanan selama kurang lebih satu setengah jam, akhirnya mereka sampai di pantai yang mereka tuju, yaitu pantai Oscar Ocean yang letaknya tidak terlalu jauh dari kota tempat mereka tinggal. Selain itu, pantai Oscar Ocean juga salah satu pantai yang termasuk dalam pantai tropis, jadi tidak masalah jika berenang di musim dingin. Kemudian, para sopir bis memakirkan bisnya masing-masing di tempat parkir khusus untuk bis wisata. Setelah diparkirkan, anak-anak kelas 1, 2, 3 B dan D langsung keluar dari mobil sambil meneteng tas bawaan masing-masing. Mr.Shareda turun dari bis dengan perasaan yang amat sangat senang. Fuuhh… syukurlah sudah sampai.. dengan begini akhirnya aku bisa tidur dengan tenang dan santai tanpa ada gangguan sedikit pun… Batinnya dalam hati. Mr. Shulli, kepala sekolah Maruke Junior High School memberi arahan kepada murid-muridnya. “Anak-anak kalau kalian semua ingin berenang, lebih baik kalian letakkan dahulu barang bawaan kalian di hotel yang sudah pihak sekolah pesankan.” “YAA….!!!” jawab mereka semua serempak. Kemudian setelah meletakkan barang bawaan masing-masing di hotel yang sudah di pesankan oleh pihak sekolah pekan lalu, anak-anak kelas 1B yang paling semangat, langsung berlari menyerbu pantai. “HOREE! HOREE! Akhirnya, setelah sekian lama aku bisa berenang sambil gaya juga!” sorak Andie, senang setelah ia berhasil memperagakan berbagai macam gaya berenang di air kepada teman-temannya. “Cemen banget sih lo, baru bisa berenang aja udah kesenengan gitu!” sindir Ine, yang sebenernya merasa iri pada Andie karena dirinya tidak bisa bergaya dalam air, jangankan bergaya, berenang aja sebenernya GAK BISA! “Emang gue pikirin….,” balas Andie cuek bei-beh. Ine memandang Andie dari belakang dengan sebal sambil memanyunkan bibirnya (ini sudah menjadi ciri khas Ine saat marah atau pun ngambek). “JUMP!!” Noushiko, Iffle, Arkle, dan Akiyo loncat bersamaan ke dalam laut sambil teriak dengan bersamaan pula. BYUURR!! Mereka berempat masuk ke dalam laut yang paling kedua setelah Andie barusan. Anak-anak yang lain pun tidak lama kemudian ikut menyusul lompat ke dalam laut. “Puah! Enak banget!” sahut Noushiko setelah memunculkan kepalanya dari dalam air. Akiyo yang muncul di sebelahnya mengangguk setuju. Dari jauh, Mr.Shareda mengamati murid-murid kelasnya sambil tersenyum puas. Ah… akhirnya, tidak ada yang menggangguku… Batinnya lega. Mr.Shareda menggelar tikar tepat di bawah pohon kelapa dan tanpa buang-buang waktu beliau langsung merebahkan tubuh rentanya di atas tikar yang baru saja di gelarnya. Tidak terlalu jauh dari tempat itu. Anake, Kin, Takeshi, Mikan, dan Rei sedang mengamati Mr.Shareda dengan seksama. “Sip, sasaran aman, bisa kita bidik sekarang?” tanya Mikan tidak sabaran pada Rei. Laki-laki bertubuh bantet itu mengangguk mantap seraya mengeluarkan 3 buah ketepel dari saku celana renangnya, bersamaan dengan Takeshi yang juga sibuk mengeluarkan puluhan batu kerikil yang ia dan Rei kumpulkan sebelum berangkat tadi. “Edan banget sih kalian, sempet-sempetnya bawa batu kerikil sama ketepel!” kata Anake sambil merebut salah satu ketepel yang di bawa oleh Rei. “Aku pinjem satu ya!” sambungnya sambil tersenyum jahil. “Eh, aku juga dong!” Mikan ikut-ikutan ngambil ketepel Rei. “Huu…! Makanya jangan bawa baju ama majalah doang! Bawa juga dong, alat-alat hiburan, kayak gini neehhh…..,” ucap Rei, pamer sambil mengacung-acungkan ketepel terakhirnya tinggi-tinggi. “Alah, berisik banget sih lo!!” sergah Kin sambil merebut ketepel terakhir Rei. “Yah, yah, jangan dong….,” kata Rei sambil berusaha merebut kembali ketepel terakhirnya dari tangan Kin. Akhirnya dengan susah payah, Rei berhasil mendapatkan ketepel terakhirnya. “Oh… ketepelku yang malang, kau barusan di pegang oleh manusia jadi-jadian satu ini….,” ucap Rei sambil mengelus-ngelus ketepelnya dengan penuh rasa kasih sayang. “Hah? Apa katamu barusan?!” Kin mengacungkan tinjunya di depan wajah Rei. “Eng, enggak kok…,” jawab Rei gelagapan sambil geleng-geleng panik. “Dasar! Sekali lagi kamu ngece sama aku…,” Kin berhenti sebentar, “…bakal mampus lo!” ancamnya sambil menarik tinjunya kembali. “Fiuh…,” Rei menghembuskan napas lega. Hampir aja jadi makan siang Kin! Ucapnya dalam hati. “Eh, Takeshi…. gimana sih caranya ngetepel?” tanya Mikan dengan nada merayu. “Gampang aja kali! Kamu tinggal ambil batu ini…,” Takeshi berjongkok mengambil batu kerikilnya tadi lalu kembali berdiri lagi, “..setelah itu, bidik….,” Ia menarik karet ketepel dan mulai membidik sasarannya, yaitu sebuah kelapa tepat di atas tempat Mr.Shareda berbaring, “…seteah tepat dengan sasaran…. TEMBAK!!” Katanya sambil melepaskan karet ketepel. SYUUUTTT….. PLETAK! Tembakan Takeshi berhasil mengenai sasaran dengan sempurna. “Wauw… hebat banget, coy!” puji Kin dari belakang Mikan. “Oke, berikutnya aku!” serobot Anake seraya memasang ketepelnya dan mulai membidik. “Kamu mau nembak apa?” tanya Mikan heran. “Hmm…,” Anake terlihat berpikir sebentar, “..mulut Mr.Shareda,” jawabnya tidak lama kemudian. Baik Mikan, Takeshi, mau pun Kin, ketiganya langsung menganga hebat mendengar jawaban Anake. Bahkan Rei yang sedang sibuk mengelap ketepelnya dengan serbet yang ia bawa, nyaris saja melemparkan benda pusaka kesayangannya yang sudah mulus dan mengkilap itu karena saking kagetnya. “Serius?!” tanya Kin tidak prcaya. Anake hanya mengangguk-angguk saja. Saat Mr.Shareda menguap, Anake dengan cepat langsung melepaskan karet ketepelnya. “SEKARANG!!” serunya. SYUUTT…. HAP, GLEKK! Mr.Shareda tanpa sadar ternyata telah menelan batu kerikil yang di tembakkan oleh Anake! (Hebar banget, coy…!) Takeshi, Rei, Kin, Mikan, bahkan Anake, semuanya memandang takjub Mr.Shareda dari kejauhan dengan mulut menganga. “Heb, hebat banget….,” gumam Anake tidak percaya. Tiba-tiba, CTAKK! BUKK!! “Suara apaan, tuh?!” tanya Takeshi pada yang lainnya. “Oh My God!” seru Anake, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Takeshi, Mikan, dan Kin pun tidak kalah kaget ketika melihat apa yang di lihat oleh Anake. “Eh Rei, bidik sih bidik, tapi kenapa nyampe….,” “Nyampe apa? Maksudmu nyampe mutusin buah kelapa dan jatuh tepat nimpa muka Mr.Shareda, gitu?” ambung Rei sambil menoleh ke arah Takeshi. Laki-laki bertubuh jakung itu hanya mengangguk-angguk tidak sadar. Rei memang tadi membidik buah kelapa, tetapi ia tidak tahu kalau buah kelapa yang ia kenai itu sampai jatuh dan menimpa muka Mr.Shareda. Lihat aja, nyampe bonyok gitu mukanya! Bahkan gigi-gigi tonggos mengkilapnya sampe ikut rata! Mendadak Mr.Shareda gelegep-gelegep kayak orang kesurupan. Takeshi dan yang lainnya menjadi panik saat melihat hal tersebut. “Aduh, jangan-jangan Mr.Shareda punya penyakit lagi! Kok nyampe gelegep-gelegep gitu sih!” kata Anake cemas. Tiba-tiba, “UARGH!!” Mr.Shareda dengan sekuat tenaga mengangkat buah kelapa yang menimpa mukanya. “SIALAN! SIAPA YANG BERANI NGELEMPAR KELAPA INI KE MUKA SEORANG GURU, HAH?!!” omelnya sembari melempar buah kelapa yang tadi di angkatnya ke sembarang arah. “Aduh…. kalo nyampe ketahuan, mampus kamu Rei!” kata Kin sambil menepuk pundak cowok berkulit coklat itu. “Alah, biarin aja lho! Kalian ini kayak gak tau Mr.Shareda aja!” balas Rei, “Beliau itukan guru terpikun di sekolah! Jam pelajaran sendiri aha gak hapal! Mana sering nyasar ke kelas laen lagi!” “Bener banget kamu Rei, palingan besok pagi udah lupa,” timpal Takeshi sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Mr.Shareda bangkit dari tidurnya dan kembali melipat tikarnya. “Huh, gak srek kalo tidur di sini, banyak yang rese’!” keluhnya setelah selesai melipat tikarnya kembali. Huh…, kali ini aku akan tidur di hotel saja..! Pikirnya berusaha tenang sambil beranjak pergi dari tempat itu. Tidak lama setelah kejadian itu, anak-anak dari kelas lain ikut berdatangan. Ada yang membawa ban renang, papan seluncur, dan lain-lainnya. Sore harinya, mereka semua baru kembali dari pantai. Sebagian anak ada yang langsung mandi dan membenahi diri mereka, sebagiannya lagi ada yang langsung menyantap makanan yang sudah di pesankan oleh sekolah untuk mereka. Kemudian malamnya, anak-anak dari kelas 1B berdiskusi tentang kegiatan apa yang akan mereka lakukan besok pagi. Dan akhirnya setelah melalui perdebatan yang panjang dan membuang banyak waktu, akhirnya diputuskan bahwa kegiatan yang akan diadakan besok adalah “Lomba Berenang Khusus Untuk Para Guru”. Dan saat ide itu diceritakan kepada para murid dari kelas lain, ternyata mereka semua setuju, bahkan para guru pun begitu. Maka ditetapkanlah, kegiatan mereka besok adalah mengadakan “Lomba Berenang Khusus Untuk Para Guru”. Keesokan pagi harinya, anak-anak kelas 1, 2, 3 B dan D berkumpul di tepi pantai bersama dengan wali kelas masing-masing, juga tidak ketinggalan dengan Mr. Shulli (kepala sekolah), Mr. Cavent (wakil kepala sekolah), dan Mrs. Tinoe (guru Counselee Guidance). Mereka melakukan pemanasan sebentar untuk merenggangkan tulang. Semua wali kelas kini sudah siap berdiri di garis Start (termasuk Mr.Shareda). Semua wali keals sudah siap terjun, Aystle yang di percaya sebagai wasit sudah mulai menghitung mundur. “Semua siap, aku akan menghitung mundur dari 10… 9… 8… 7… 0!! MULAI!!” serunya seraya meniup peluit tanda bahwa pertandingan telah dimulai. PRIIITTT!!! Spontan para guru termasuk anak-anak yang lain kaget karena baru angka 7, Aystle sudah menyebut angka 0 dan langsung meniup peluit. Akibatnya, beberapa guru jerit-jerit karena kaget. (Dikiranya ada bom, kali!). Konsentrasi para guru sudah mulai kembali, mereka secepat mungkin berlari meninggalkan tepi pantai dan langsung loncat ke laut. BYUR! BYUR! BYUR! “MR.SHAREDA! MR.SHAREDA! MR.SHAREDA!” anak-anak kelas 1B memberinya semangat. “MRS. SURHINA! MRS. SURHINA! MRS. SURHINA!” anak-anak kelas 1D tidak mau kalah memberi semangat pada wali kelas mereka. “MRS. SYUILLA! MRS. SYUILLA! MRS. SYUILLA!” sorak anak-anak kelas 2B antusias. “MRS. HESSINA! MRS. HESSINA! MRS. HESSINA!” anak-anak kelas 2D tidak kalah antusias rupanya. “MR. TEX! MR. TEX! MR. TEX!” anak-anak kelas 3B kompak memberi semangat wali kelas mereka. “MRS. DENADA! MRS. DENADA! MRS. DENADA!” ternyata anak-anak kelas 3D tidak kalah kompak. Para guru yang disemangati oleh anak-anak dari kelas mereka masing-masing, makin merasa semangat. Dan semangat Mr.Sharedalah yang paling membara. “Garis finishnya ada disana!” seru Aystle seraya menunjuk ke arah yang di maksudnya, yaitu sebuah bola karet berwarna merah yang mengapung di atas air. Saat ini posisi pertama dipegang oleh Mr. Tex, kedua Mrs. Surhina, ketiga Mrs. Denada, keempat Mrs. Hessina, kelima Mr.Shareda, dan yang terakhir Mrs. Syuilla. “AYO! AYO! AYO!” anak-anak itu semakin antusias memberikan semangat kepada wali kelas mereka masing-masing. Celakanya, Mr.Shareda mulai kelelahan dan merasa lemas, beliau pun makin tertinggal jauh di belakang. Melihat wali kelas mereka mulai kelelahan, anak-anak kelas 1B menjadi panik. “Aduh… gawat! Mr.Shareda sudah mulai loyo nih!” kata Andie sambil mondar-mandir kayak orang gila. “Kita harus menyemangatinya lebih keras lagi, ayo!” ajak Arkle. “Ya, Arkle benar! Mr.Shareda sudah berjuang, masa kita akan membiarkannya menyerah begitu saja, sih?!” timpal Takeshi. “Benar sekali! Kitakan murid-murid kelas 1B, murid terpilih dan terfavorit! Masa hanya diam saja melihat wali kelasnya sekarat.. eh maksudnya menyerah!” Anake ikut menambahi. Yang lainnya mengangguk setuju, maka dimulailah sorakan mereka yang paling heboh. “MR.SHAREDA JANGAN MENYERAH!!” “MR.SHAREDA KAU PASTI MENANG!! AYO MAJU!!” “JANGAN MAU KALAH!!” “BUKAN BERARTI KARENA MR.SHAREDA SUDAH TUA DAN TULANGNYA UDAH HAMPIR KARATAN SEMUA, ANDA LANGSUNG MAU MENYERAH BEGITU SAJA!!” semua anak kelas 1B menyemangati Mr.Shareda tanpa henti. Mr.Shareda yang mendengar sorakan semangat dari murid-muridnya menjadi terharu. Ia tidak menyangka dibalik kelakuan nakal dan brutal murid-muridnya, ternyata mereka menyimpan perasaan kekeluargaan yang begitu besar! “Kalian… hiks..!” Mr.Shareda mengelap air matanya yang sudah berlinang karena terlalu terharu. Benar…! Aku tidak boleh menyerah, perjalananku masih panjang dan aku tidak boleh menyerah di tengah jalan! Aku tidak boleh mengecewakan murid-muridku yang sudah mendukungku dan menyemangatiku sampai saat ini! Ucapnya semangat, dalam batin. Mr.Shareda mulai menggerakkan tangan dan kakinya lagi dan mulai berenang dengan semangat yang lebih tinggi tentunya. “HYYAAAAA!! AKU TIDAK AKAN MENGECEWAKAN MURID-MURIDKU!!” serunya dengan suara lantang. “AKAN KUTUNJUKKAN TRIK RAHASIAKU SAAT LOMBA RENANG!! LIHAT INI!!!” Mr.Shareda menggerakkan kaki dan tangannya dengan super cepat, walau pun sebenarnya Mr.Shareda merasa tulang-tulangnya sudah mulai soakan. Mr.Shareda berenang bagai di kejar gerombolan hiu yang siap memangsanya. Mr.Shareda pun berkali-kali berusaha memcah ombak yang menerpa dirinya dengan giginya yang merupakan satu-satunya alat yang ia punya untuk bertatung (gigi besi, euyy!!). Mr.Shareda dengan gesit mulai menyusul Mrs. Syuilla, kemudian perlahan-;ahan beliau mulai menyusul lagi Mrs. Hessina dan Mrs. Dennada. “YEAA!!” anak-anak kelas 1B kembali besorak penuh kemanangan. Mrs. Surhina dan Mr. Tex yang merasa tersaingi oleh Mr.Shareda pun ikut menambah kecepatan, tetapi sia-sia saja, pada akhirnya beliau berhasil menyusul kedua orang itu dan keluar sebagai pemanang. “YAHUII! MR.SHAREDA MENANG!!!” sorak anak-anak kelas 1B ketika melihat wali kelas mereka berhasil melewati bola karet yang mereka anggap sebagai garis finish. Sedangkan anak-anak kelas lainnya hanya menghela napas pasrah saja dengan kekalahan wali kelas mereka.
Saat semua guru sudah kembali ke pantai, Mr.Shareda yang berada di antaranya langsung disambut ceria oleh anak-anak kelas 1B. “Mr.Shareda hebat lho!” puji Tynna. “Iya, hebat banget! Aku aja enggak bisa berenang secepat itu!” timpal Umiko. “Iya, iya, terima kasih juga atas dukungan kalian, ya,” Balas Mr.Shareda sambil tersenyum kecil saja, tetapi dalam hati beliau GR setengah mampus. Setelah puas memberikan berbagai macam ucapan selamat, Mr. Cavent mengajak mereka semua bersenang-senang di hari terakhir mereka berlibur di pantai tersebut. Ada sebagian anak yang berenang, sibuk membaca buku di bawah pohon kelapa, berjemur, bermain pasir, melakukan penelitian, foto-foto, bahkan ada sebagian juga yang justru sibuk mojok dengan pasangannya masing-masing. Sore harinya, mereka semua kembali ke hotel. Setelah semua anak dan para guru membersihkan diri, Mr. Shulli dan Mr. Cavent mengajak semua anak dan para guru makan bersama di tepi pantai. Semua persiapan sudah di siapkan oleh anak kelas 3 siang tadi saat semuanya sedang bersenang-senang. Kemudian, pukul 18.45, mereka semua berkumpul di tepi pantai dan memulai acara makan bersama mereka. Beberapa anak terlihat berebut daging panggang yang sudah hampir matang. “Oi… bagi-bagi dong…,” Rintih Noushiko karena tidak kebagian makanan gara-gara semua jatahnya udah ke’emplok sama Dannies yang super rakus. Sambil makan, mereka juga menikmati acara api unggun dan atraksi yang di lakukan oleh beberapa anak dari setiap kelas. Setelah itu, di susul dengan acara cerdas-cermat, games, dan tentu saja acara bernanyi dan menari bersama. Beberapa anak yang mengikuti ekstrakurikuler tari, boleh menunjukkan trik-trik menari mereka sambil diiringi oleh musik pulihan mereka sendiri, begitu pun dengan anak-anak yang mengikuti ekstrakurikuler vokal, mereka tidak segan-segan bernyanyi dengan suara super nyaring yang nyaris memecahkan kaca-kaca di sekitar mereka. Tetapi bagi mereka yang tidak mengikuti kedua ekstrakurikuler tersebut juga boleh kok ikut menunjukkan kebolehan mereka. Pukul 22.30 Mr. Shulli menutup acara makan bersama mereka dengan pidatonya yang panjang lebar, bahkan nyaris tanpa koma. Pukul 24.00, mereka baru kembali ke hotel sesudah berakhirnya pidato Mr. Shulli yang super panjang. Keesokan paginya, mereka semua sibuk membenahi barang masing-masing karena pada hari itu juga mereka akan kembali ke sekolah mereka. Dan akhirnya, setelah berjuang dan bersusah paah kelua dari kekacauan yang terjadi pagi itu, mereka semua selesai membenahi barang-barang mereka. “Semua sudah pada naik?” Tanya Mr.Shareda pada murid-murid kelasnya. “Sudah!!” Jawab anak-anak kelas 1B, serempak dan semangat. Mr.Shareda mengangguk puas lalu ikut naik ke dalam bis. Kemudian, setelah anak-anak kelas lainnya masuk ke bis masing-masing, mereka semua pun mulai berangkat meninggalkan pantai Oscar Ocean.

TAMAT

Asal Mula KEcoa

Jaman dahulu kala, di sebuah desa yang di beri nama desa suka mandi kembang, hiduplah seorang gadis bernama Era, dia hidup sebatang kara kaya toge. orang tuanya sudah lama meninggalkan dia, ibunya meninggal karena penyakit latah yang sangat akut, sedangkan ayahnya meninggal karena flu anjing. Era hidup di sebuah rumah yang dia beri nama gubuk derita. suatu hari Era melihat pengumuman di sebuah papan yang bertuliskan: “PENGUMUMAN PENGUMUMAN SIAPA YANG PUNYA ANAK BILANG AKU AKU YANG SEDANG MALU, SAMA TEMAN-TEMAN KARNA CUMA DIRIKU YANG TAK LAKU-LAKU..” Sesaat Era terdiam, dan kebingungan, dengan wajah yang seperti ini (-.-) Era kembali membaca tulisan di bawahnya: “OKE, BERHUBUNG SANG PANGERAN BELUM PUNYA ISTRI SAMPAI SEKARANG, SEDANGKAN RAJA DAN RATU TAKUT KALAU PANGERAN MENJADI BUJANG LAPUK. MAKA KEPADA SELURUH GADIS DI DESA INI, YANG MERASA DIRINYA SEORANG GADIS TENTUNYA. DI HARPKAN KEHADIRANNYA DI ISTANA MALAM INI PUKUL 18.00 WIB sesudah solat magrib, dan sehabis berbuka puasa. demikian pengumuman hari ini. lebih kurangnya saya mohon maaf, wabilahitofikwalhidayah wasalamualaikumwarohmatulahiwabarokatu”
Era langsung berlari pulang, dan mengobrak-abrik isi lemarinya, tapi dia tidak menemukan baju satu pun. ya jelas aja gak ketemu wong yang di bukanya lemari es! raut wajah kecewa terlihat di wajah Era, padahal ia ingin sekali hadir di pesta itu. tiba-tiba muncul cahaya yang berubah menjadi sosok wanita tua yang gendut, lengkap dengan sayap, tongkat sihir dan kaca spionnya, eh, salah, kacamatanya. “Wahai, gadis cantik, mengapa kau menangis?” kata sang ibu teri. “Ibu teri, aku sedih, aku ingin ikut di pesta pangeran nanti malam, tapi aku tak punya baju. hikz. hikz” Era menangis tersedu-sedu, samapi ingusnya meler. ” kasihan sekali kau, baiklah kalau begitu, aku akan mengubah mu menjadi gadis yang sangat canti untuk pesta nanti malam, tapi kau hanya dapat menikmati itu semua sampai jam 12 malam. karena bila lewat dari jam segitu…. bagaimana eike mau mangkaal booo, bajunya aja elu pake??” ucap ibu teri, sambil menirukan gaya khasnya emon di catatan si boy. “idih. baiklah kalau begitu. asalkan aku bisa bertemu dengan pangeran” Era mengusap air matanya dan tersenyum kecil. ibu teri membacakan sebuah mantra sambil menunjukan tongkat sihirnya pada Era “Hompimpa alaihum gambreng, nek ijah pake baju rombeng, unyil kucing, unyil kucing!” kta ibu teri. ‘mantra yang aneh’ ucap era dalam hati. tidak lama Era berubah menjadi gadis cantik dengan gaun merahnya, tak lupa sepatu kuda yang menghias kakinya. “Terimakasih banyak ibu teri, terima kasih..” Era memeluk ibu teri. “Sama2 anak ku. tapi ingit, sebelum jam 12, kau harus mengantarkan barang2 yg ku pinjamkan ini, di perempatan desa sebrang. oke?!” “baiklah ibu teri” “kalau begitu aku pulang dulu” ibu teri menjentikan jarinya, tapi dia tidak menghilang, ia menjentikan lagi jarinya, ttp saja dia tidak menghilang. langsung saja ibu teri dengan wajah polosnya, mengambil tindakan, ia membuka pintu, berdiri di pinggir jlan, sambil menunjuk, saat angkot lewat, ia langsung naik, dan melambaikan tangan pada era.

saat di pesta dansa, Era adalah gadis tercantik, semua wanita memandang iri padanya, rambut era yang panjang lurus dan hitam tergerai indah. “rambut kamu bagus ya?” kata seorang tamu pada Era. “Ah, cuma pake shampo kok.” ucap Era dan meninggalkan tamu itu dengan wajahnya yang bengong.
“HADIRIN SEKALIAN, KITA SAMBUT PANGERAN LUPIN!” munculah sang pangeran tampan itu, dia langsung berjalan ke arah Era dan mengajaknya berdansa.
tiba saat tengah malam, namun Era masih saja terus berdansa. sedangkan Ibu teri menunggunya di perempatan bersama teman2 lekongnya. Era terus berdansa sampai pagi (udah kaya dangdutan aja, gak cape apa ya) dia terkejut. dia sadar dia lupa mngembalikan bajunya pada ibu Teri. dia berlari keluar istana dan masuk ke gubuk deritanya. dia sembunyi kolong tempat tidurnya. (padahal tempat tidur aja gak punya) tiba2 mncul ibu teri dengan raut muka yang sangat marah. “wahai gadis tidak tau diri! mengapa kau tidak menepati janjimu?!” ucap Ibu teri. ” maafkan aku, aku lupa dengan janji ku.” “gara kamu! tadi malam aku tidak dapat langganan! terkutuk kau!” ibu teri menunjukan tongkat sihirnya. sesaat Era berubah menjadi hewan kecil berwarna coklat, lengkap dengan 2 antena di kepalanya (mungkin itu parabola atau indovision). lalu ibu teri meninggalkan Hewan itu sendiri di gubuk derita yang sangat kumuh itu, Ibu teri pergi dengan angkot lagi.
TAMAT